BaSan (Bahas Santai) Kubu Sinetron VS Kubu Kartun, Mana yang Lebih Baik?


“Nenek, aku ingin menonton Doraemon.”
“Kau itu sudah besar, kenapa masih saja menonton kartun anak kecil. Ingat umurmu.”
“Tapi nek…”
“Tidak ada tapi-tapian, nenek ingin menonton Tukang Ojek Pengkolan. Pergilah.”


Mungkin beberapa orang pernah mengalami kejadian seperti ini, terutama orang yang suka menonton kartun, seperti contohnya Doraemon, Spongebob Squarepants, Naruto, dan lain sebagainya. Ada kalanya ketika sedang asik menonton acara kartun favorit, lalu ibu atau nenek menyerobot dan langsung mengganti channel TV tanpa seizin yang pertama kali menonton.
Ingin jengkel tidak bisa, ingin marah juga tidak. Bisa-bisa malah kita kena batunya jika melakukan hal itu. Kedua tayangan tersebut memiliki perbedaan yang cukup mencolok, salah satunya dari segi grafis.
Secara tampilan grafis di sinetron lebih bagus dan real ketimbang kartun, jelas saja karena semua adegan yang ada disana dilakukan oleh aktor dan aktris secara live action. Tidak seperti kartun yang grafisnya bisa dibilang biasa saja untuk sebagian orang, “hanya” bermodalkan aplikasi pembuat animasi kita sudah bisa membuatnya tanpa harus.melakukan pengambilan gambar ulang karena terjadinya suatu kesalahan scene. Hanya tinggal menghapus frame yang dirasa kurang, dan membuat lagi yang baru. Sesimpel itu.
Dalam proses pembuatannya, kartun adalah yang paling lama dan dapat memakan waktu hingga 10 tahun sejak awal perencanaan rilis. Yang akan kita ambil disini adalah animasi Zootopia yang rilis pada tahun 2016 lalu, disutradarai oleh Byron Howard dan Rich Moore dan ditulis oleh Jared Bush dan Phil Johnston, menghabiskan sekitar $150.000.000 (150 juta US Dollar), atau setara dengan RP.2.162.250.000.000,00 (2 triliun rupiah).
Sedangkan biaya pembuatan sinetron per-episode hanya puluhan juta rupiah saja, sangat berbeda jauh dengan pembuatan sebuah animasi 3D. Kita hitung saja, semisal biaya produksinya adalah 43 juta rupiah setiap episode. Maka RP.43.000.000,00 dikali 200 episode sama dengan RP.8.600.000.000 (8 miliar rupiah). Dikali 1000 episode sama dengan RP.43.000.000.000 (43 miliar rupiah). Masih sangat jauh dibandingkan pembuatan sebuah film animasi.
Maka apakah film animasi lebih baik dari sinetron? Jika kita memandang sebelah mata, mungkin memang film animasi lebih baik daripada sinetron. Namun jika kita membandingkannya dengan pikiran terbuka, hasilnya akan terlihat berbeda.
Dengan biaya produksi yang tinggi belum menjamin bahwa film itu bagus. Ada yang berkata bahwa semakin tinggi biaya produksi sebuah film, maka makin baik pula film yang akan dihasilkan. Namun pernyataan itu bisa bisa dibantah secara terang-terangan. Kalangan kubu kartun “berat” akan tetap bertahan pada posisi pemikirannya sekarang, yaitu berpegang teguh bahwa kartun lebih baik daripada sinetron.
Setiap memproduksi sebuah karya seni yang berbentuk videografi, pasti ada biaya yang harus dikeluarkan. Mau itu dalam bentuk barang, waktu, maupun uang. Pemikiran konsep yang bagus dalam pembuatan sebuah film bukanlah hal yang mudah, perlu ketelatenan serta wawasan pemikiran terbuka tentang dunia luar untuk membuatnya, apalagi mengejar deadline yang ditentukan.
Itulah mengapa tidak semua film itu bagus, jika mereka tergesa-gesa mengerjakannya hanya untuk mengejar deadline, kemungkinan karya itu akan menjadi sangat buruk. Tidak hanya deadline yang menentukan, namun juga biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuatnya. Semakin kecil biayanya, maka film itu lama-kelamaan akan dibuat dengan dana seadanya.
Zootopia adalah one of the best animation ever berkat garapan seorang oleh Byron Howard dan Rich Moore. Di website IMDB, Zootopia mendapatkan skor sekitar 8/10, yang artinya sangat baik. Para pengkritik film yang benar-benar mengerti soal perfilman kebanyakan memberikan skor diatas 9. Bumbu-bumbu yang disuguhkan dari awal produksi hingga mencapai titik puncak tanggal rilis benar-benar sudah “matang” dalam berbagai aspek. Cerita dibalik pertemuan si kelinci Judy Hoops yang bercita-cita menjadi polisi di kota bernama Zootopia dan si rubah Chief Bugo menyimpan sejuta makna yang akhirnya menjadi elemen penting dalam cerita tersebut.
Mungkin setelah mendengar kata kelinci dan rubah, kalian berpikir film ini hanya untuk anak kecil. Tidak sama sekali, karena bisa dibilang alur cerita Zootopia cukup “berat” untuk diikuti oleh anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun, karena ceritanya memang benar-benar “politik”. Untuk ini bisa dipastikan bahwa Zootopia lebih baik dari sinetron yang ceritanya hanya berputar-putar saja.
 Namun jangan lupa kata “bukan berarti film lebih baik dari sinetron”, ada salah satu film adaptasi dari kartun terkenal yang pasti semua orang pernah mendengarnya atau bahkan menontonnya, yaitu Dragon Ball. Anime ini cukup mengghiasi pertelevisian Indonesia saat penulis kecil. Film adaptasinya yang berjudul Dragonball Evolution dianggap sebagai salah satu film paling buruk sepanjang masa. Yah memang kebanyakan film adaptasi Holywood mengecewakan. Film buatan Stephen Cow (Produser Shaolin Soccer, Kungfu Hustle, dan CJ7) dan James Wong mengecewakan para fans berat Dragonball. Padahal film-film sebelumnya yang digarap oleh Stephen Cow bisa dibilang cukup bagus dan mengharukan. Terutama karakter yang memerankan Goku atau sang karakter utama dianggap kurang cocok oleh para penggemar.
Dragonball Evolution menghabiskan dana yang relatif kecil dibandingkan Zootopia, yaitu sekitar $30.000.000 dollar Amerika (30 juta dollar) yang dirupiahkan menjadi RP.434.550.000.000,00 (400 juta rupiah). Di IMDB hanya mendapat rating 2.6/10 atau sangat-sangat buruk. Dengan biaya sebesar itu dan hanya mendapatkan sebuah kritikan pedas, untuk apa film itu dibuat? Apakah hanya untuk peruntungan saja? Walau begitu film itu bisa mendapatkan penghasilan melebihi biaya produksinya yakni sebesar $57.500.000 dollar Amerika (50 juta dollar Amerika) atau setara dengan RP.832,887,500,000.00 (800 juta rupiah). Biaya produksi seperti itu jika dibandingkan dengan sinetron sangat jauh bukan? Atau bahkan penghasilannya penulis rasa sudah jauh melampaui Dragonball Evolution.
Sangat berbeda dengtan Zootopia yang menghabiskan biaya produksi sebesar 2 triliun rupiah hanya untuk sebuah film animasi dengan durasi yang tidak sampai 2 jam. Tapi kita bisa lihat kesuksesannya. Angka penjualannya melonjak tinggi hingga mencapai $1.024.000.000.000 (Satu triliun dollar Amerika) atau jika dirupiahkan RP.14.832.640.000.000.000 (14 triliun rupiah). Penjualannya benar-benar laris di pasaran, dan membuat film ini menjadi salah satu film terbaik sepanjang masa berkat grafis yang bagus, cerita yang matang, dan seluruh karakter didalamnya berperan penting dalam cerita.
Untuk Tukang Ojek Pengkolan memang tidak disebutkan berapa penghasilannya per-episode. Kemungkinan menurut penulis, penghasilan TOP hingga saat ini mencapai angka miliaran rupiah, belum sampai triliunan. Namun penulis yakin, dalam waktu dekat ini TOP akan menjadi salah satu sinetron dengan pendapatan terbesar. Karena jika semakin banyak iklan yang masuk, maka semakin banyak pula pendapatan yang masuk kesana. Sekarang TOP sudah melampaui jauh diatas biaya produksinya. Jelas saja karena iklan yang masuk disana sangat banyak.
Salah satu topik yang biasanya paling ditunggu adalah topik mengenai pesan yang disampaikan dalam sebuah mahakarya. Inilah yang menjadi pembeda paling mencolok dari kedua kubu, yaitu kubu kartun dan kubu sinetron.
Untuk kubu kartun sendiri, Zootopia membahas mengenai masalah adanya virus yang mewabah di Zootopia hingga melibatkan pejabat-pejabat tinggi yang mayoritas adalah hewan karnivora harus turun dari jabatannya. Sedangkan Tukang Ojek Pengkolan membahas mengenai kehidupan tukang ojek dan storyline yang diambil berasal dari masyarakat biasa.
Zootopia memberikan pelajaran pada penonton bahwa tidak semua orang yang terlihat jahat itu benar-benar jahat. Justru seseorang yang manis, baik, dan terlihat sangat polos bisa menjadi sebuah bencana besar yang bisa saja merubah peradaban manusia.
Namun TOP adalah sebuah cerita yang berlatarkan kehidupan masa sekarang yang cukup keras, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Walau banyak sekali lapangan pekerjaan yang menghasilkan untung cukup besar, namun untuk menuju kesana tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kehidupan seorang tukang ojek yang mencari nafkah demi keluarganya, melewati segala lika-liku kehidupan perkotaan yang keras, mereka tetap bersyukur pada pekerjaannya.
Baik atau buruknya kartun maupun sinetron ada pada sudut pandang kita masing-masing. Jangan mudah terpicu oleh kubu negatif yang berkata bahwa salah satu dari mereka itu benar-benar jelek dan tidak layak ditonton. Justru kedua kubu itu memiliki sisi baik dan buruk. Karena hingga saat ini belum ada karya sempurna yang tercipta.

Gabriel will return


Comments